Oleh: Baharuddin
Coba ketik oligarki indonesia di Google, kita akan menemukan banyak sekali artikel, jurnal, berita, video yang menjelaskan betapa negara kita ini sangat oligarkis sekali, dan hal itu sangat mungkin sekali juga terjadi di Bangkalan.
Oligarki adalah pemerintahan yang dikuasai oleh sekelompok kecil orang, baik dibedakan menurut kekayaan, keluarga atau militer yang menurut jeffrey winters salah satu tujuannya adalah mempertahankan pendapatan.
Merujuk pada pengertian diatas apakah kita perlu berfikir dengan serius dan lama untuk menentukan apakah Bangkalan dijalankan dengan sistem yang sangat Oligarkis?.
Sistem Demokrasi di Indonesia menuntut ongkos besar untuk setiap orang yang ingin menjadi nomor satu di pemerintahan baik itu di pusat maupun daerah dan ini mengharuskannya bekerja sama dengan para orang kaya dengan uang yang mereka miliki.
Kerja sama itu sendiri bukannya tanpa syarat, dalam dunia politik ada adagium yang cukup sering kita dengar yaitu “tidak ada makan siang gratis”, ada harga atas setiap uang yang digelontorkan dan harga itu biasanya berupa jabatan, permudahan izin dan pemberian proyek.
Korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) marak terjadi di pemerintahan yang oligarkis, dalam sejarah Republik praktek KKN marak terjadi pada era Orde Baru terutama di masa-masa akhir kekuasaannya dan hingga kini semua orang sepakat secara terang-terangan bahwa KKN harus dihilangkan namun hampir semua orang sepakat secara diam-diam kalau KKN adalah keniscayaan.
Oligarki sulit dilawan karena bermain di sudut gelap kekuasaan, sulit mengendusnya dengan hukum, sulit mengetahui bagaimana prosesnya berlangsung namun hasilnya bisa dilihat mulai dari praktek jual beli jabatan, pembagian proyek, hingga aturan-aturan titipan yang memudahkan beberapa oligark.
Yang lebih menyulitkan lagi adalah, tidak adanya jalan yang jelas bagaimana meruntuhkan oligarki, melawannya mungkin bisa, tapi meruntuhkannya rasanya seperti perbuatan yang sia-sia. Kalaupun oligark penguasa runtuh biasanya hal itu disebabkan oleh oligark pesaing yang nantinya akan menjadi oligark penguasa yang baru dan begitu yang terjadi terus menerus.
Lebih jauh jeffrey winters menegaskan bahwa Ketidaksetaraan material ekstrem menghasilkan ketidaksetaraan politik yang ekstrem, itu realitas yang terjadi akhir-akhir ini dan itu seperti nasihat pada anda dan juga saya untuk jangan terjun dalam politik jika anda tidak kaya apalagi yang dikejar adalah jabatan yang cukup elit seperti Bupati hingga Presiden.
Dalam suatu percakapan, seorang teman yang menyukai politik menyarankan pada saya untuk jangan terjun ke politik jika saya tidak punya modal kekayaan yang cukup, karena itu membuat tujuan saya berpolitik tidak lagi suci justru sebaliknya, membuat gerakan politik yang saya lakukan mudah terbaca dengan motif uang, jabatan, atau menjadikan politik sebagai pekerjaan.
Saya mengiyakan saran itu dengan mengatakan justru kalau saya kaya niat politik saya lebih tidak suci lagi, karena dengan kekayaan yang saya miliki tujuan saya berpolitik bukan lagi menyuarakan suara hati rakyat, jadi pembela wong cilik melainkan lebih kejam lagi seperti jual beli jabatan maupun jual beli suara.
Saya bahkan bisa membuat suatu kota kacau balau dengan menyuruh orang melakukan demonstrasi bayaran dengan kekuatan uang yang saya miliki, memanipulasi media yang saya kuasai untuk hanya menuliskan yang baik-baik tentang saya, dan mengambil semua yang saya bisa untuk memenuhi kantong saya sendiri, memperkaya diri sendiri dan mempertahankan pendapatan dan efek dari ini bisa lebih mengerikan, karena besarnya kekuasaan juga berefek pada besarnya kerusakan.
Dan itu sama saja bukan?
Jika oligarki tidak bisa dihilangkan maka hanya ada dua jalan untuk meresponnya. Yang pertama adalah kita menjadi oligarki dan yang kedua jadilah tangan kanan oligarki atau bekerja untuk oligark, Setidaknya dengan ini kita tidak menganggap oligarki sebagai ancaman justru sebaliknya, kita merayakan kehadirannya, mendapatkan potongan kue kekayaannya dan rasanya itu lebih menyenangkan.
Misalnya dengan jadi partisipan demo titipan oligark jika anda aktivis, membuat undang-undang yang menguntungkan oligark jika anda legislatif, memudahkan perizinan bisnis oligark jika anda eksekutif, atau menulis yang baik-baik tentang oligark jika anda penulis. sangat mudah sekali.
“Kamu sendiri memilih jalan yang mana har?” Tanya seorang teman.
“Saya memilih bekerja pada oligark, karena untuk menjadi oligark rasanya tidak mungkin” jawab saya sambil tertawa.
*Penulis adalah mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya