Mahasiswa Menggugat; Saatnya Kembali Menjadi Intelektual Organik

Oleh: Rofiud Darojah

Barangkali sudah mafhum bahwa sebutan ‘Mahasiswa’ adalah nama suci yang disematkan kepada seseorang yang belajar di perguruan tinggi.

Bacaan Lainnya

Bersamaan dengan sebutan tersebut, teriring tanggung jawab berat yang wajib diperankan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, sedikit sekali yang menyadarinya.

Peran yang dimaksud, adalah agent of change dan agent of control. Mahasiswa diandaikan menjadi bagian yang mengawal perubahan dan memberikan kontrol terhadap praktik kekuasaan.

Mahasiswa dengan kapasitas intelektualnya harus memberikan dampak positif pada masyarakatnya, tentu mempertimbangkan ‘kemajuan’ demi sebuah kesejahteraan bersama. Dengan demikian, mahasiswa telah dianggap mampu mengejawantahkan keyakinan dan semangat perannya.

Upaya memberikan kontribusi besar terhadap masyarakat, salah satunya dengan memperdengarkan jeritan-jeritan rakyat kebanyakan pada telinga penguasa.

Penguasa perlu menyikapi kemiskinan yang membentang dari ujung barat hingga ujung timur Kabupaten Bangkalan, dari ujung utara hingga ujung selatan Bangkalan.

Tidakkah kita menyadari, berapa tahun jembatan Suramadu beroperasi. Alih-alih menjadikan Bangkalan sebagai kota kembaran Surabaya.

Hingga saat ini, upaya-upaya tersebut berjalan lambat dan masih jauh dari idealitas “sejahtera”.

Sebenarnya Pemerintah sudah membentuk Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS).

Bersamaan dengan dibentuknya hingga beroperasinya BPWS sering didemo oleh masyarakat Madura (Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep). Tapi, entahlah demonstrasi yang dilakukan oleh orang-orang yang mengatasnamakan rakyat Madura seolah tidak ada hasilnya.

Mungkinkah ada yang salah dari gerakan domonstrasi tersebut? Sepertinya harus dilakukan penelitian mendalam agar mendapat jawaban yang mendalam tentang persoalan.

Mestinya dengan adanya jembatan Suramadu dan BPWS, masyarakat Bangkalan khususnya, dan masyarakat Madura umumnya mengalami kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan.

Tapi, pada kenyataannya masih jauh dari layak untuk disebut sebagai Kabupaten sejahtera. Tidakkah kita menyadari saat mengamati ujung Suramadu dari sisi Bangkalan dan ujung Suramadu dari sisi Surabaya, sungguh tak layak untuk sekedar dibandingkan apalagi untuk disandingkan.

Baru-baru ini, tepatnya kisaran bulan februari 2020, kabupaten Bangkalan dikucurkan dana 46 triliun dana percepatan pembangunan.

Realisasinya maksimal atau tidak penulis tidak tau menahu, melalui tulisan ini penulis hanya ingin menyampaikan ke publik bahwa ada keseriusan pemerintah pusat untuk membangun Madura, utamanya Bangkalan yang dekat dengan Surabaya kota metropolitan.

Sebagai intropeksi diri, Setelah penulis mempertanyakan gerakan-gerakan demontrasi yang menuntut kesetaraan pembangunan, keseriusan pendanaan pembangunan dari pemerintah pusat, dan upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah (PEMDA) Bangkalan.

Kecurigaan penulis pada kurang maksimalnya PEMDA dalam memberikan penyadaran masyarakat, bisa jadi mereka melakukannya hanya sekedar formalitas belaka.

Namun, terlepas itu semua. Harapan-harapan rakyat untuk kesejahteraan hidup yang sudah diperdengarkan ke publik seringkali tidak mendapat tanggapan serius dari pemerintah.

Pemerintah seringkali lebih serius menanggapi isu-isu politik saja, tentu ini dilakukan karena berhubungan dengan keberlangsungan posisi dirinya dan kroni-kroninya di tampuk kekuasaan politik.

Sekali lagi, terlepas dari itu semua. Mahasiswa perlu memantapkan perangnya sebagai agent of change dan agent of control.

Untuk mewujudkan peran tersebut, penulis mencoba mengajukan teori Antonio Gramsci tentang intelektual.

Gramsci menolak pandangan tradisional yang menganggap bahwa intelektual hanya terdiri dari ahli sastra, filosof dan seniman. Intelektual tidak dicirikan oleh aktifitas berpikir yang dimiliki oleh semua orang, tetapi oleh fungsi yang mereka jalankan, demikian menurut Gramsci.

Selanjutnya, Gramsci menyatakan bahwa semua orang adalah intelektual, namun tidak semua orang mempunyai fungsi intelektual.

Kaum intelektual menurut Gramsci adalah semua orang yang mempunyai fungsi sebagai organisator dalam semua lapisan masyarakat, dalam wilayah produksi, politik dan kebudayaan.

Kaum intelektual bukan hanya pemikir, penulis, dan seniman, tetapi juga organisator seperti pegawai negeri, pemimpin politik, dan mereka yang berguna dalam masyarakat sipil, negara, dan system produksi seperti ahli mesin, manager dan tekhnisi.

Ciri khas sebutan “Organisator” yang ditambahi setelah kata intelektual, merupakan pembeda antara intelektual organik dan intelektual tradisonal.

Intelektual tradisional adalah intelektual berdiri di sisi penguasa. Sedangkan intelektual organik adalah intelektual dan organisator politik, yang menyadari identitas yang diwakili dan yang mewakili, serta merupakan barisan terdepan yang riil dan berdiri di sisi kaum termarjinalkan secara kelas sosial.

Berangkat dari klasifikasi intelektual versi Gramsci, maka mahasiswa mestinya menjadi intelektual organik, yaitu sosok intelektual yang berdiri di sisi kaum marjinal.

Kaum marjinal adalah golongan yang tak mempunyai akses menaikkan kelasnya, dan golongan yang sengaja tidak diberi akses oleh system kapitalisme yang diperankan oleh para oligarki, bahkan oleh negaranya sendiri.

Sadar akan pilihan di sisi mana harusnya mahasiswa berdiri. Maka sangat jelas apa yang harus dilakukan mahasiswa untuk masyarakat-masyarakat yang seolah tanpa akses tersebut.

Mahasiswa harus memberikan penyadaran tentang sistem sosial, agama, budaya, ekonomi, dan politik dengan menarik garis lurus “Pembebasan” dari kejumudan sistem.

Mahasiswa harus berada di tengah-tengah masyarakatnya yang mengalami penindasan halus oleh oligarki dan aparatur Negara di semua tingkatan eksekutif.

Mahasiswa harus memberikan penyadaran atas posisinya, hak-haknya, dan kewajibannya. Semua spirit pembebasan diarahkan untuk satu tujuan, yaitu “Kesejahteraan bersama”.

Salam Pergerakan!!!

*Penulis adalah Mantan Ketua Komisariat PMII STAMIDIYA Konang Bangkalan periode 2019-2020

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *