Cerita Pilu Khadijah: Operasi Caesar, Bayi Lahir Prematur dan Meninggal Dunia

Siti Khadijah saat Menceritakan Kajadian yang dialami dengan mata berkaca-kaca

Bangkalan, Korek.id – Siti Khadijah (35) menceritakan pengalaman buruknya saat melakukan persalinan dengan operasi caesar.

Wanita asal Desa Perreng, Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan itu terhitung sudah tiga kali operasi caesar untuk mengangkat bayi dalam kandungannya.

Bacaan Lainnya

Naas, bayinya lahir prematur alias kurang umur. Padahal lahirnya dengan tindakan operasi caesar di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) dr. Syafiie pada 26 Desember 2020 lalu.

Keesokan harinya bayi laki-laki itu menghembuskan nafas terakhir saat dirujuk ke RSUD Syamrabu Kabupaten Bangkalan.

Khadijah menceritakan, sebelum berangkat operasi ke RSIA dr. Syafiie di jalan Letnan Singosastro (Kepang) Bangkalan, dia memastikan usia kandungannya dengan melakukan USG di klinik Dr. Mulyadi. Hasilnya, persalinan diperkirakan dapat dilakukan pada bulan Februari 2021.

Saat itu Khadijah disuruh kembali USG pada tanggal 16 Desember 2020 oleh dr. Mulyadi. Sayangnya, saat wanita berusia 35 tahun itu kembali ke klinik yang berada di Jl. Pemuda Kaffa itu, dr. Mulyadi dinyatakan positif terpapar Covid-19.

Sehingga jadwal USG yang sudah ditentukan sebelumnya itu, tidak bisa dilakukan. Khadijah yang didampingi bidan Desa Perreng, Eko Wahyuningsih berdiskusi untuk melakukan USG agar bisa mengetahui perkembangan bayi dalam kandungannya.

“Di dr. Mulyadi saya sudah ambil antrean, tapi dokternya positif Covid-19 jadi tidak bisa USG,” papar Khadijah didepan para anggota komisi D DPRD Bangkalan saat dikunjungi ke rumahnya di Desa Perreng, Kamis (21/1).

Lalu, Bidan Desa yang mendampingi memberikan beberapa pilihan rumah sakit untuk melakukan USG kandungan Khadijah. Diantaranya, RSUD Syamrabu, RS Dr. Hikmah, dan RSIA dr. Syafiie.

Pasien memilih RSIA Dr. Syafiie dengan beberapa pertimbangan. USG pun dilakukan pada 16 Desember di RSIA Dr. Syafiie. Hasilnya, dokter yang menangani Khadijah mengatakan bahwa berat bayi 2,8 kilogram dan sudah waktunya melahirkan.

Berbekal hasil USG itu, sepuluh hari kemudian pada tanggal 26 Desember 2020 Khadijah dioperasi di RSIA dr. Syafiie. Yang menangani pasien adalah dr. Taufiq Syafiie.

Pukul 10.30 WIB masuk ruang operasi, sekira pukul 11.00 WIB bayi sudah keluar. Namun, bayi itu lahir prematur dengan berat 1,8 kilogram. ke-esokan harinya bayi dinyatakan meninggal dunia.

“Saya berani dioperasi caesar karena hasil USG waktu itu beratnya 2,8 kg, berat segitu kan sudah normal ya,” ujarnya.

“Tapi pas lahir beratnya cuma 1,8 kilogram, kemana satu kilogramnya,” imbuh Khadijah dengan mata berkaca-kaca.

Khadijah pun merasa pihak RSIA dr. Syafiie juga tidak bertanggungjawab atas kejadian yang dialaminya. Bahkan, dokter yang menangani tidak pernah menemui dirinya dan keluarganya pasca operasi caesar.

“Dokternya tidak pernah menjenguk, hanya pas mau pulang itu bilang turut berduka cita,” kata dia.

Bidan Desa Perreng Eko Wahyuningsih menyampaikan bahwa, dirinya hanya melakukan pendampingan terhadap pasien dan tidak pernah mengarahkan untuk melakukan operasi disalah satu rumah sakit manapun.

“Tugas saya mendampingi pasien, dan tidak pernah mengarahkan ke RS manapun, saya hanya memberikan pilihan,” kata Eko di kediaman Khadijah.

Sementara itu, Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Bangkalan Nur Hasan mengungkapkan, berdasarkan hasil klarifikasi yang diperoleh dari pasien Siti Khadijah dan bidan desa Eko Wahyuningsih menghasilkan beberapa poin.

Diantaranya, tudingan bahwa bidan Eko mengarahkan ke RSIA tersebut tidak benar. “Hanya saja bidan ini lalai tapi tidak fatal, karena tidak ada info confrm atau surat pernyataan rujukan,” kata Nur Hasan.

Pria berkacamata itu lebih menyayangkan atas kelalaian pihak RSIA dr. Syafiie dalam menangani pasien. Menurut dia, kelalaian RSIA tersebut sangatlah fatal, karena selain menyebabkan bayi yang lahir prematur meninggal dunia juga dikethui yang menangani tidak melakukan USG ulang sebelum diambil tindakan operasi.

“Dugaan kami human error itu benar, kami akan konfirmasi ke kepala dinas kesehatan dan akan kami hentikan rekomendasi,” ucapnya.

Selain itu, Nur Hasan akan mendorong agar kasus ini ditindaklanjuti hingga ke persidangan etik kedokteran di IDI provinsi Jawa Timur.

“Dengan semangat pihak keluarga, kami akan akan menindaklanjuti ke IDI kabupaten dan provinsi untuk mengetahui kepastiannya,” pungkasnya.

Penulis: Rusdi
Editor: Aida

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *