Jakarta, Korek. id – Akhir tahun 2020 lalu hutang pemerintah Indonesia tembus Rp 6.074,56, dibandingkan dengan tahun 2019 Utang Indonesia mengalami kenaikan sebesar Rp 1.296 triliun. Dimana pada tahun 2019 akhir Indonesia memiliki hutang sebesar Rp 4.778 triliun.
Rasio utang pemerintah mencapai 38,68 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Artiya utang ini jauh lebih besar dari akhir 2019 yang hanya 29,8 persen terhadap PDB.
Berikut rincian penggunaan Utang tersebut:
Kebutuhan Naik Akibat Pandemi COVID-19
Menurut laporan APBN KiTa, Sabtu (16/01), utang tersebut digunakan untuk kebutuhan pembiayaan APBN 2020, salah satunya untuk menangani masalah kesehatan akibat pandemi Corona dan pemulihan ekonomi nasional.
“Secara nominal, posisi utang pemerintah pusat mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, hal ini disebabkan oleh pelemahan ekonomi akibat COVID-19 ,” tulis Sri Mulyani seperti dikutip dari laporan tersebut, Sabtu (16/1).
Dilansir dari kumparan.com utang pemerintah sebesar Rp 6.074,56 triliun itu merupakan outstanding atau posisi utang hingga akhir 2020.
Sementara untuk 2020 saja, pembiayaan utang mencapai Rp 1.226,8 triliun. Utang baru tersebut naik hampir tiga kali lipatnya atau 180,4 persen dari realisasi selama 2019 yang hanya Rp 437,5 triliun.
Presiden Jokowi menggelar sidang kabinet via online dengan seluruh menterinya Kabinet Indonesia Maju, Senin (16/3).
Secara rinci, pembiayaan utang itu didapatkan dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 1.177,2 triliun atau naik 163 persen dari tahun sebelumnya. Sementara pinjaman hanya Rp 49,7 triliun atau minus 667 persen dari periode 2019.
Untuk pembiayaan investasi selama 2020 terealisasi sebesar Rp 104,7 triliun, dari target pemerintah dalam Perpres 72/2020 sebesar Rp 257,1 triliun. Pembiayaan investasi ini diberikan pemerintah ke sejumlah BUMN maupun BLU akibat pandemi COVID-19.
Investasi kepada BUMN mencapai Rp 31,3 triliun, BLU Rp 31,3 triliun, dan lembaga atau badan lainnya Rp 25 triliun.
Pemberian pinjaman selama tahun lalu sebesar Rp 1,5 triliun, kewajiban penjaminan Rp 3,6 triliun, dan pembiayaan lainnya Rp 70,9 triliun.
Utang Pemerintah Dinilai Masih Aman
Pengamat pasar modal, Profesor Adler Manurung, menilai total utang pemerintah yang bertambah masih aman. Sebab, rasionya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih di bawah 60 persen seperti yang diperbolehkan dalam Undang-Undang Keuangan Negara.
Dia mengatakan, jika rasio utang terhadap PDB Indonesia baru 30 persen, tidak perlu dikhawatirkan. Karena sejumlah negara besar memiliki rasio utang lebih besar.
“Bila rasio ini dibandingkan dengan negara Amerika Serikat, Jepang, dan beberapa negara lain maka angka kita jauh lebih rendah. Jadi kita tidak perlu khawatir,” katanya.
Selain dilihat dari rasio utang terhadap PDB, permasalah utang pemerintah juga perlu diperhatikan dari segi perusahaan dengan ukuran Utang terhadap asset perusahaan yang dikenal dengan leverage perusahaan.
Aset pemerintah saat ini dilaporkan lebih dari Rp 10.000 triliun. Jika benar, artinya rasio utang terhadap aset kurang dari 30 persen, sangat kecil.
Tenang, Masih Ada Sisa
Pemerintah mencatat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) 2020 sebesar Rp 234,7 triliun. SILPA itu didapatkan dari pembiayaan anggaran sebesar Rp 1.190,9 triliun, sementara defisit anggaran sebesar Rp 956,3 triliun.
Sri Mulyani mengatakan, sebanyak Rp 66,7 triliun dana SILPA itu tidak bisa ditarik. Sebab akan ditempatkan di Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebagai bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2020.
Penempatan dana itu juga bertujuan untuk membantu dunia usaha, termasuk UMKM dengan kucuran kredit melalui perbankan.
Selain itu, sebanyak Rp 50,9 triliun dana SILPA tersebut akan dialihkan untuk anggaran 2021. Termasuk untuk mendorong program vaksinasi dan pelaku UMKM.
Sementara sisanya akan dibukukan dalam saldo kas kumulatif (SAL) di Bank Indonesia untuk pertahanan kedua, jika nantinya terjadi kekurangan likuiditas di 2021.
Penjelasan Sri Mulyani
Dalam laporan APBN KiTa, Sri Mulyani menyatakan utang pemerintah akan tetap dijaga dalam batas tertentu sebagai pengendalian risiko sekaligus menjaga keseimbangan makro ekonomi, di mana UU Nomor 17 Tahun 2003 mengatur batasan maksimal rasio utang pemerintah adalah 60 persen terhadap PDB.
Dari komposisi, utang pemerintah pusat hingga akhir tahun lalu masih didominasi utang dalam bentuk SBN, yang porsinya mencapai 85,96 persen dari total utang pemerintah di akhir 2020.
Sementara dari sisi mata uang, utang pemerintah pusat semakin didominasi utang dalam mata uang rupiah, yaitu mencapai 66,47 persen dari total komposisi utang pada akhir Desember 2020.
“Dominasi mata uang rupiah ini seiring kebijakan pengelolaan utang yang memprioritaskan sumber domestik dan penggunaan valas sebagai pelengkap untuk mendukung pengelolaan risiko utang valas,” jelasnya.
“Portofolio utang pemerintah dikelola dengan hati-hati dan terukur, Pemerintah Indonesia melakukan diversifikasi portofolio utang secara optimal untuk meningkatkan efisiensi utang (biaya dan risiko minimal), baik dari sisi instrumen, tenor, suku bunga, dan mata uang,” pungkasnya.
Penulis: Redaksi
Sumber: Kumparan. com