Bangkalan, Korek.id – Pondok Pesantren (Ponpes) Madrasatul Qur’an Al-Makkyah, baru berdiri pada tahun 2019 lalu. Meski baru berdiri jumlah santrinya sudah terbilang cukup banyak, yakni berjumlah 61 orang.
Ponpes yang terletak di Desa Burneh Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan itu fokus bagi santri yang ingin menghafal Al-Qur’an atau disebut hafidz.
Gedung Ponpes yang terletak disisi selatan sepanjang jalan raya Burneh-Tangkel itu berdiri begitu megah. Pengasuhnya adalah kiai muda, baru berusia 27 tahun, bernama Makky Al-Hamidi.
Untuk mendirikan Ponpes Tahfidz Qur’an ternyata tidak mudah. Butuh istikhoroh 11 tahun untuk mendirikan Ponpes tersebut.
“Istikhoroh dilakukan Abah Ra Makky (sapaannya) pada KH. Muhaimin Makky (Pengasuh Ponpes As-Shomadiyah),” ungkapnya.
Ra Makky bercerita mulanya, lahan yang saat ini dibangun Ponpes diberi oleh dari salah satu tokoh di Kabupaten Bangkalan. Namun, Abahnya bingung lahan tersebut dibangun untuk apa. Sebab, selama istikhoroh selama 11 tahun tidak mendapatkan petunjuk untuk memanfaatkan lahan tersebut.
“Selama 11 tahun istikhoroh tidak menemukan petunjuk untuk memanfaatkan lahan ini,” ujar alumni Ponpes Madrasatul Qur’an Tebuireng Jombang tersebut, Minggu (9/11) kemarin.
Sejak lulus dari UIN Sunan Ampel Surabaya pada awal 2019, Ra Makky langsung turun ke masyarakat. Lalu dirinya diminta untuk mendirikan Ponpes pada lahan kosong itu.
“Atas pemintaan masyarakat dan alumni lalu saya jadi pengasuh di Ponpes ini,” kata dia.
Usai Ponpes dibangun, jumlah santri yang masuk pada angkatan pertama berjumlah 25 orang. Dirinya mulai mencari formulasi dan metode yang tepat untuk diterapkan pada Ponpes yang diasuhnya.
Pada awal tahun Ponpes dibuka, Kiai Millenial itu Study Banding kebeberapa Ponpes di wilayah Jawa Timur untuk menerapkan metode yang tepat di pondoknya itu. Meskipun dirinya sudah menemukan metode hasil study banding, ternyata tidak mudah diterapkan di Ponpesnya.
Sebab, kultur Ponpes di wilayah Jawa dan Madura sangatlah berbeda. Apalagi dihadapkan dengan karakter santri di Madura.
“Karakternya berbeda-beda jadi harus mencari metode yang tepat, dengan cara menghafal yang senang, karena butuh ketenangan dan suasana yang senang untuk menghafal Al-Quran,” katanya.
”Aktivitas, lingkungan, fasilitas dan metode menjadi syarat utama memberikan pendidikan menghafal Al-Qur’an,” imbuh dia.
Dirinya menekankan kepada semua santri tidak hanya sebatas menghafal Al-Quran saja. Namun, ayat demi ayat selalu diingat dengan cara dibaca diulang-ulang.
Ra Makky menjelaskan, 61 santrinya tidak semuanya berasal dari daerah Bangkalan. Namun, sebagian berasal wilayah Surabaya, Gresik, Sumenep, dan Pamekasan.
Ada tiga metode yang diterapkan dalam menghafal Al-qur’an di Ponpes Madrasatul Qur’an Al-Makkyah. Yaitu Binadhor, Makbul, dan Tahfidz.
Binadhor merupakan tahap awal dengan teknik membaca. Sedangkan Makbul, para santri akan diminta memulai menghafal lepas. Lalu, metode Tahfidz yang merupakan tahap akhir dalam teknik menghafal Al-Quran.
Selain menerapkan tiga metode tersebut, kiai muda itu juga menerapkan beberapa teknik menghafal seperti membuat kelompok melingkar secara rutin setelah sholat isya’ dengan membaca Al-Quran yang dihafal secara bergantian.
Ra Makky memprioritaskan para santrinya dalam kuat menghafal atau daya ingat hafalannya. Sehingga dirinya tidak menargetkan para santri untuk selalu menambah hafalan Al-Qurannya.
“Lebih ditingkatkan untuk muroja’ah dan mengingat kembali hafalannya. Karena saya khawatir kalau hafalan terus ditambah, daya ingat hafalannya kurang,” ucap dia.
Ra Makky berharap, alumni Ponpesnya bukannya hanya sekedar mampu memnghafal Al-Quran saja. Akan tetapi bisa memanfaatkan ilmu yang dimiliki dengan baik.
Untuk pengembangan Ponpesnya, Ra Makky berencana akan membuka pendidikan formal untuk menyeimbangkan ilmu pengetahuan para santrinya.
“Doakan saja semoga cepat terwujud,” harapnya.
Penulis: Redaksi